Pagi memilih wajahnya di rumah ibuku. Resepsionis itu belum standby di tempatnya. Mungkin ia bercumbu dengan data pelanggan rumah sakit di balik brankas. Mungkin pula ia meracik obat untuk kata yang terluka tanpa sepengetahuan apoteker. Aku ingin membawa pulang ibuku ke rumahnya. Menyuapinya bubur ayam, termos aluminium juga botol air mineral kosong. Dadaku berkabung menatap pelataran parkir yang melompong dalam kebohongan. Mengertikah dirimu ? dendammu menelanjangi pipih tubuhmu sendiri. Tak mungkin bohlam redup itu menukar nyawanya barang sedetik pun. Sedangkan pintu kaca itu tak pernah berbohong. Ujung ke ujung yang terhirup hanya aroma pembicaraan yang mati. Dari putih lantai ini hingga ke hangat bentangan tikar semalam.
Aku takkan meninggalkanmu sendirian. sebelum lemak di hatimu terbakar, lalu kau pandai menghafal warna gelasmu sendiri. Anak lelaki harus bisa menggantikan bapaknya memandikan rumah dan merubuhkan jembatan layang. Ibuku terus merindukan anak lelaki itu. Ia berulang kali memanggilnya di kolong ranjang, sementara mulutnya dipenuhi oleh sesobek gambar buram. Anak lelaki itu tersesat di dalam gambar buram itu dan tak bisa pulang untuk mengisi bak kamar mandi. Ibuku ingin menolongnya tapi tak bisa, hatinya membesar menekan lambungnya. Ibuku pun kini larut merenangi sejarum antibiotik. Lidahnya menolak keras menekuk sebuah lorong di antara rumah ini dan taman itu. Taman yang banyak dihiasi oleh bangkai rayuan para penyair.
Aku belum akan pergi. Kesempatan paling hitam di dadamu. Mungkin mimpi itu terlalu riuh serupa musik di kepala yang cabul. Bersahutan membelah pilar jalan tol yang dia kencingi tengah malam tadi. Aku mencoba mengerti dan tetap di sini. Mengganti sprei kumuh ini atau memberinya obat sariawan. Kau memintaku menikahi waktu dan bibirmu. Namun serupa lampu yang menerangi amarah kota, kita terlihat lebih asli dan buruk rupa. Bernyanyilah sesudah dugaanmu salah dan dia berhenti berbicara.
Ini bukan basabasi sayangku. dan puisi itu bukan ranjangmu..
Selatan jakarta 06102013
Wahyu Toveng
mencoba menulis puisi
Kamis, 10 Oktober 2013
Jumat, 24 Februari 2012
MAKSUD TERSEMBUNYI
Pelapis waktu di tepian hari
sediakala terusik
namun memecah angin
terdengar gemerisik
penebar makna berkatakata
di tetabuhan media
rungsingpun menyingsing
menebak arti
lagulagu ragu dikumandangkan
dekat telingaku
rona mata lalu temaram menghitam
lantunan syair tiada akhir bagai menyihir
membuat sekujur tubuh menggigil
katakata itu
menikam kalbu dan liar bathinku
terantukantuk lidahku berucap kelu
kau masih dan pasti selalu jumawa
berkatakata sedemikian rupa
luapanmu jelajahi wajahku
mengunggah rasa kagum
terpetik senyum
selongsong bingungpun terkelupas
dihempas lalu teremas lemas
dan lepas
13 0ktober 2011, Utara Jakarta
sediakala terusik
namun memecah angin
terdengar gemerisik
penebar makna berkatakata
di tetabuhan media
rungsingpun menyingsing
menebak arti
lagulagu ragu dikumandangkan
dekat telingaku
rona mata lalu temaram menghitam
lantunan syair tiada akhir bagai menyihir
membuat sekujur tubuh menggigil
katakata itu
menikam kalbu dan liar bathinku
terantukantuk lidahku berucap kelu
kau masih dan pasti selalu jumawa
berkatakata sedemikian rupa
luapanmu jelajahi wajahku
mengunggah rasa kagum
terpetik senyum
selongsong bingungpun terkelupas
dihempas lalu teremas lemas
dan lepas
13 0ktober 2011, Utara Jakarta
Prinsip sederhana
Ringkasan cinta dibawa mati
taburi wangiwangian sunyi
terendap hati untuk berbagi
pada peliknya masalah
hingga rasa mendendam
teroponglah kesulitan hidup
dan sangkutkan pada pertautan
ketika teman menyadarkan
untuk fokus pada kehidupan
dalam lelah pengharapan
dan senyum penderitaan
legitnya luka pasti menjadi mutiara
liriklirik sendu tertunda kelu
menghisap habis saripati
lalu luluh bersama tetangisan pagi
jasadjasad boleh mati
tapi jiwa harus mengukir seni
seni menempa diri
seni bertarung dengan diri
13 Oktober 2011, Utara Jakarta
taburi wangiwangian sunyi
terendap hati untuk berbagi
pada peliknya masalah
hingga rasa mendendam
teroponglah kesulitan hidup
dan sangkutkan pada pertautan
ketika teman menyadarkan
untuk fokus pada kehidupan
dalam lelah pengharapan
dan senyum penderitaan
legitnya luka pasti menjadi mutiara
liriklirik sendu tertunda kelu
menghisap habis saripati
lalu luluh bersama tetangisan pagi
jasadjasad boleh mati
tapi jiwa harus mengukir seni
seni menempa diri
seni bertarung dengan diri
13 Oktober 2011, Utara Jakarta
Kamis, 23 Februari 2012
TOPENG SEORANG SKEPTIS
Ini soal hati
aku takkan mainmain soal hati
sungguh suatu perkara bila ranah hati diinvasi
dan pastinya aku tak mau memprovokasi
menebar pesona lewat syair dan puisi
lalu menawan sebongkah rindu dalam mimpi
betapa lancangnya melintasi garis demarkasi
tanpa permisi
aku cukup tahu diri
untuk tidak mendayudayu kata
tentang kesyahduan malam dan romantisme senja
seperti perangkap penyair sejuta wanita
aku buta soal benang merah sastra
jadi sulit bagiku merekayasa kata
supaya bermakna
aku hanya punya sekelumit inspirasi tanpa diksi
dari dasar jiwa
bukan pada garisgaris wajah
wajahku terlalu lusuh
lusuh terpapar kisruh
kisruh tentang pertanyaanpertanyaan hidup
yang tak mampu kujawab dengan satu bulan gaji
ini sajak tanpa arah
bukan mengumbar amarah
ini tak sengaja tertumpah tanpa telaah
tak ada yang perlu didedah dan dibedah
dari demonstrasi hati ini
hati seorang lelaki di alam maya
tanpa nama dan keaslian wajah
17022012, Selatan Jakarta
aku takkan mainmain soal hati
sungguh suatu perkara bila ranah hati diinvasi
dan pastinya aku tak mau memprovokasi
menebar pesona lewat syair dan puisi
lalu menawan sebongkah rindu dalam mimpi
betapa lancangnya melintasi garis demarkasi
tanpa permisi
aku cukup tahu diri
untuk tidak mendayudayu kata
tentang kesyahduan malam dan romantisme senja
seperti perangkap penyair sejuta wanita
aku buta soal benang merah sastra
jadi sulit bagiku merekayasa kata
supaya bermakna
aku hanya punya sekelumit inspirasi tanpa diksi
dari dasar jiwa
bukan pada garisgaris wajah
wajahku terlalu lusuh
lusuh terpapar kisruh
kisruh tentang pertanyaanpertanyaan hidup
yang tak mampu kujawab dengan satu bulan gaji
ini sajak tanpa arah
bukan mengumbar amarah
ini tak sengaja tertumpah tanpa telaah
tak ada yang perlu didedah dan dibedah
dari demonstrasi hati ini
hati seorang lelaki di alam maya
tanpa nama dan keaslian wajah
17022012, Selatan Jakarta
Kamis, 16 Februari 2012
DATANG PADAKU
Di kota meratap
terpinggirkan oleh derap laju
lalu lari kembara tak menentu
mengikuti kata bathinmu
tak jemu langkahmu
meraup saduran rindu dari cawan empedu
selesai itu terbelenggu rasa malu
yang menerpa wajahmu
adakah empati mengalir dari sela jari
tertatih di tapak kaki
dinanti sepi menyesali diri
selepas hari tergugat hati
gerhana mengalun
saatku berpantun
dan dia terbangun
lalu tertegun
menyandar sejenak
lalu larut berkisah
tentang luputnya gundah
berakhir indah
terisakisak tak lagi berharap
senandung yang sama
kembali terulang
sudah lepaskan semua
13 oktober 2011, Utara Jakarta
terpinggirkan oleh derap laju
lalu lari kembara tak menentu
mengikuti kata bathinmu
tak jemu langkahmu
meraup saduran rindu dari cawan empedu
selesai itu terbelenggu rasa malu
yang menerpa wajahmu
adakah empati mengalir dari sela jari
tertatih di tapak kaki
dinanti sepi menyesali diri
selepas hari tergugat hati
gerhana mengalun
saatku berpantun
dan dia terbangun
lalu tertegun
menyandar sejenak
lalu larut berkisah
tentang luputnya gundah
berakhir indah
terisakisak tak lagi berharap
senandung yang sama
kembali terulang
sudah lepaskan semua
13 oktober 2011, Utara Jakarta
ANARKISME NURANI
Demonstrasi moral di siang bolong
patung monumen terbengongbengong
segerombol tuntutan dari mulutmulut monyong
mencacimaki matahari lewat megafon bercorong
wajahwajah merah
lidahlidah api
katakata berani
ini aspirasi menghardik tirani
itu tirani berjubah kitab suci
namun benarkah usungan nurani hadir di tengahtengah aksi
mengutuk anarki tapi menayangkan benci
lantas siapa yang berwajah sepolos bayi,
bersayap malaikat, ataupun bertanduk iblis
sebelum aspal panas membara di telapak kaki
kenapa tidak merayu angin untuk meredakan tensi
15022012, Selatan Jakarta
patung monumen terbengongbengong
segerombol tuntutan dari mulutmulut monyong
mencacimaki matahari lewat megafon bercorong
wajahwajah merah
lidahlidah api
katakata berani
ini aspirasi menghardik tirani
itu tirani berjubah kitab suci
namun benarkah usungan nurani hadir di tengahtengah aksi
mengutuk anarki tapi menayangkan benci
lantas siapa yang berwajah sepolos bayi,
bersayap malaikat, ataupun bertanduk iblis
sebelum aspal panas membara di telapak kaki
kenapa tidak merayu angin untuk meredakan tensi
15022012, Selatan Jakarta
Rabu, 15 Februari 2012
RUANG DIRI
Apa yang kau temukan di waktu muda ?
manis percintaan atau kebrutalan sebuah pencarian
menyusur jalan penuh kata kebanggaan
lalu mencumbu kekasih di ruangruang gelap
jati diri kau tulis di garisgaris jemari
menata jiwa tapi terbelit hampa
kau katakan kepada dunia ketidakpedulian
lalu berlari menembus malammalam kelam
tak ada yang sempurna
itu lebih jelas
ketimbang mati lemas di ketiadaan udara
menjadi seperti apa yang kau ingin menjadi
lalu menuai hasil sebelum masuk fase hidup berikutnya
ini dunia penuh warna
jadi pemberontak norma juga sebuah pilihan yang indah
dan tak harus resah menghadapi petuah
sudah berartikah hidupmu sekarang ?
06022012, Selatan Jakarta
manis percintaan atau kebrutalan sebuah pencarian
menyusur jalan penuh kata kebanggaan
lalu mencumbu kekasih di ruangruang gelap
jati diri kau tulis di garisgaris jemari
menata jiwa tapi terbelit hampa
kau katakan kepada dunia ketidakpedulian
lalu berlari menembus malammalam kelam
tak ada yang sempurna
itu lebih jelas
ketimbang mati lemas di ketiadaan udara
menjadi seperti apa yang kau ingin menjadi
lalu menuai hasil sebelum masuk fase hidup berikutnya
ini dunia penuh warna
jadi pemberontak norma juga sebuah pilihan yang indah
dan tak harus resah menghadapi petuah
sudah berartikah hidupmu sekarang ?
06022012, Selatan Jakarta
Langganan:
Postingan (Atom)